Halaman

Disiplin, Percaya Diri, dan Tangguh Adalah Kunci Kesuksesan

Welcome

Living with Integrity (Memercayai,Mengatakan dan Melakukan yang Benar sesuai Panggilan Allah)

16 Juni 2009

Kesaksian Mukendi


Kewarganegaraan

OPTIMALISASI PELAKSANAAN DEMOKRASI DAN HAM DI INDONESIA
DALAM RANGKA TERWUJUDNYA GOOD GOVERNANCE
PADA LIMA TAHUN MENDATANG


PENDAHULUAN

1. Wacana Demokrasi dan Hak Asasi Manusia semakin marak akhir-akhir ini. Dalam pergaulan Internasional dua hal inilah yang secara tidak langsung menjadi parameter dari layak dan tidaknya sebuah negara diterima dalam pergaulan internasional. Dapat diartikan bahwa konsepsi Demokrasi dan pelaksanaan Hak Asasi Manusia adalah standar yang saat ini menjadi keniscayaan bagi setiap negara dalam menjalankan tatanan pemerintahannya. Demokrasi secara harfiah berasal dari bahasa Yunani yakni : demos dan kratos yang berarti pemerintahan rakyat. Pengertian ini secara mutlak menempatkan tatanan sistem ketatanegaraan sepenuhnya berasal dari, oleh dan untuk rakyat. Terjemahan demokratis secara epistimologis mengandung contradiction interminis artinya ada kontradiksi istilah, karena tidaklah mungkin rakyat yang diperintah pemerintah juga menjadi pemerintahnya. Secara actual empiric yang memerintah selalu berjumlah sedikit (elit) dan bukan massa rakyat.

2. Pendapat ini sesungguhnya menyatakan gagasan demokrasi secara harfiah tidak akan pernah terwujud dalam realita sosial, karena tidak dimungkinkan menempatkan rakyat sebagai pihak yang memerintah namun di sisi lain juga diperintah. Akan tetapi di balik kontradiksi tersebut, selayaknya pengertian demokrasi secara harfiah dan epistemologis ini dimaknai sebagai sebuah gagasan yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Dimana rakyatlah sebagai pemilik sah dan pemegang kedaulatan tertinggi sebuah negara. Apabila diartikan lebih luas maka seyogyanya rakyat ditempatkan sebagai subjek negara yang harus dilibatkan secara penuh (partisipasi publik aktif) dalam setiap pengambilan keputusan state. Sehingga dalam negara yang demokratis tidak satupun keputusan state yang mengabaikan dan menafikkan posisi serta partisipasi rakyat dalam kebijakannya. Di sinilah gagasan demokrasi menjadi sangat penting, dimana seharusnya gagasan tersebut diimplementasikan secara utuh dalam praktek sistem ketatanegaraan, sehingga gagasan demokrasi yang seolah-olah utopis menjadi nyata dan tidak sebatas das sollen.

3. Tranisisi menuju demokrasi tentu saja bukan sesuatu hal yang langsung jadi dan terwujud melalui pewarisan dan adopsi an sich (taken for granted), melainkan harus tetap dipelajari, dipraktikkan dan “dikawal”, agar proses demokrasi benar-benar “menapaki rel” yang sesungguhnya. Demokrasi perlu ditegakkan dan terus dipraktikkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menuju bangsa Indonesia yang lebih baik yang mengedepankan semangat kebersamaan, toleran dan penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia. Pilihan terhadap demokrasi sebagai suatu sistem dalam berbagai tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara ini setidaknya memiliki 2 (dua) alasan, yakni pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental. Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya. Untuk meningkatkan pelaksanaan demokrasi dan HAM di Indonesia maka diupayakan langkah dalam rangka mewujudkan good governance antara lain menyempurnakan segala perangkat sosial yang menjadi ruang bersama antardaerah dan kalangan, anak-anak negeri perlu mendapatkan pendidikan tentang HAM sedini mungkin. Lembaga-lembaga pendidikan harus memberi tempat bagi pendidikan HAM. Karena tiadanya pendidikan HAM secara benar telah menyebabkan pelanggaran HAM di negeri ini.

4. Maksud dan Tujuan Maksud dari penulisan naskah ini adalah sebagai sumbang saran pemikiran dalam rangka meningkatkan pelaksanaan demokrasi dan Ham di Indonesia untuk mewujudkan good governance. Dengan tujuan agar dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pimpinan dalam menentukan kebijakan dan langkah selanjutnya.

5. Ruang Lingkup dan Tata Urut Ruang lingkup pembahasan ini terbatas pada upaya-upaya Pelaksanaan Demokrasi dan Hak Asasi Manusia di Indonesia dalam rangka mewujudkan good governance , dengan tata urut sebagai berikut :

a. Pendahuluan

b. Dasar Pemikiran.

c. Kondisi Pelaksanaan Demokrasi dan HAM di Indonesia Saat Ini.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

e. Kondisi Pelaksanaan Demokrasi dan HAM di Indonesia Yang Diharapkan.

f. Upaya Yang Dilaksanakan Dalam Meningkatkan Pelaksanaan Demokrasi dan Ham di Indonesia.

g. Kesimpulan dan Saran.

h. Penutup.


DASAR PEMIKIRAN

6. Adapun dasar pemikiran dari pembahasan naskah ini adalah sebagai berikut :

a. Pancasila. Menjadikan Dasar Negara Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam pelaksanaan sistem demokrasi Indonesia (kesamaan landasan Ideologi) dan penghormatan terhadap nilai-nilai HAM.

b. UUD 1945. Sistem pelaksanaan demokrasi dan HAM kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia telah diatur dalam dasar hukum tertinggi perundang-undangan Indonesia yaitu UUD 1945 (kesamaan Landasan Konstitusional).

c. UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Menempatkan HAM seluruh rakyat (WNI) sebagai prasyarat pelaksanaan seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara dengan tidak melupakan kewajibannya.
d. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dalam peraturan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 dijelaskan tentang Pengadilan HAM. Dengan adanya ketentuan ini, dapat memberikan perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan aman kepada perorangan ataupun masyarakat, untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat sesuai dengan ketentuan.

e. UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Dalam perwujudan rakyat Indonesia sebagai WNI, memiliki kesempatan dan kesamaan dalam pelaksanaan sistem demokrasi dan HAM terutama dalam pelaksanaan pilkada.


KONDISI SAAT INI

7. Adapun kondisi penegakan demoraksi dan perlindungan HAM Saat Ini guna mewujudkan pemerintahan yang good governance adalah sebagai berikut :

a. Demokrasi di lapangan politik saat ini, baik dalam proses penyelenggaraan negara maupun di tingkat masyarakat sipil, dan hubungan keduanya, sedang direformasi melalui UU Politik dan Pemilu ke arah kekuasaan politik di tangan rakyat dengan memilih wakil-wakilnya yang duduk dalam legislative dan pemimpin nasional secara langsung. Ini pun masih merupakan proses pembelajaran ke arah demokrasi politik yang sesungguhnya, yakni rakyatlah yang menentukan gerak penyelenggaraan negara. Maka, demokrasi di lapangan ekonomi pun harus ditegaskan sebagai keharusan penyelenggara negara (yang telah dipilih rakyat langsung tersebut) menyusun UU yang mengarah pada kekuasaan ekonomi di tangan rakyat, yakni rakyat yang menentukan gerak produksi dan distribusi. Karena mayoritas rakyat Indonesia adalah tani, nelayan, dan buruh, yang sumber hidupnya dari agraria, maka rakyatlah yang menentukan pemilikan, dan tata kelola bumi, air dan segala isinya, serta tata pasarnya, seperti yang termaksud dalam pasal 33 UUD 1945.

b. Di dalam pelaksanaan demokrasi dan HAM di Indonesia sudah tidak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku sebagai mana yang diatur olah undang-undang. Lebih banyak mengutamakan kepentingan pribadi dari pada kepentingan kelompok atau golongan. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, seperti politik dan ekonomi sehingga demokrasi dan Ham tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan oleh semua rakyat Indonesia. Kedua bidang tersebut sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan-demokrasi di Indonesia, karena dengan politik dan ekonomi semuanya akan dapat mempengaruhi dan membawa dampak perubahan yang besar dan akan merusak tatanan Demokrasi yang telah ditetapkan atau diatur dalam Undang-undang yang berlaku.



FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

8. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pada penegakan demokrasi dan perlindungan HAM adalah sebagai berikut :

a. Ideologi. Menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya dasar/asas sehingga dapat menanamkan persamaan pandangan, pengertian, pemahaman, persepsi, dan tujuan dalam perwujudan demokrasi dan HAM di Indonesia, khususnya dalam pelaksanaan pilkada.

b. Politik. Perwujudan Political Order yaitu akuntabilitas dalam demokrasi, rotasi kekuasaan, rekruitmen politik secara terbuka, pemilihan umum, dan menjunjung tinggi HAM dapat terealisasi dalam pilkada sehingga akan tercipta sistem pilkada yang baik, jujur, dan dapat diterima oleh seluruh unsur masyarakat.

c. Ekonomi. Dengan perekonomian nasional yang baik, kuat, dan stabil akan menciptakan masyarakat aman, makmur, dan sejahtera sehingga usaha-usaha yang tidak baik dalam pencapaian keberhasilan suatu individu/organisasi/partai politik dalam memenangkan pilkada dengan memanfaatkan kelemahan ekonomi masyarakat, khususnya pelaksanaan Money Politics.

d. Sosial-Budaya. Keadaan masyarakat Indonesia saat telah terpengaruh budaya luar akibat dari globalisasi dunia yang tanpa batas (perkembangan teknologi komputer dan informasi yang sangat maju seperti internet dan media elektronik), sehingga terjadi pula perubahan pada pola pikir, pola hidup, tingkah laku dan adab kesopanan dalam berkehidupan bermasyarakat budaya timur. Perubahan ini secara langsung atau pun tidak langsung (baik pengaruh positif/negatif) terhadap pelaksanaan sistem demokrasi dan HAM di Indonesia.


KONDISI YANG DIHARAPKAN

9. Pelaksanaan demokrasi dan HAM di Indonesia dalam rangka mewujudkan good governance yang diharapkan sesungguhnya dapat diterapkan, melalui langkah-langkah sebagai berikut :

a. Kemajemukan masyarakat Indonesia, baik vertikal maupun horisontal, merupakan kenyataan sejarah yang terefleksi secara kuat dalam berbagai tatanan kemasyarakatan, baik dalam tatanan ekonomi, tatanan sosial, tatanan budaya maupun tatanan politik. Dalam rangka memberi saluran, ruang dan peluang politik kepada aneka aspirasi dan kepentingan ekonomi, sosial dan budaya rakyat indonesia, maka demokrasi dianggap sebagai suatu sistem yang dipandang paling mampu mengakomodasi keragaman multi-dimensi masyarakat Indonesia tersebut di atas. Sistem politik multi-partai memungkinkan demokrasi dalam masyarakat majemuk berkembang secara berkelanjutan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat secara nyata.

b. Untuk mewujudkan kedaulatan rakyat secara nyata, kita perlu mengupayakan secara terus-menerus keterwakilan politik, keterjangkauan politik, komunikasi politik maupun akuntabilitas politik antara rakyat, lembaga politik dan para pelaku politik. Akuntabilitas politik adalah prinsip dasar demokrasi yang diwujudkan melalui penciptaan mekanisme politik untuk menjamin ruang dan peluang bagi interaksi di antara rakyat, lembaga politik dan para pelaku politik. Pada dasarnya pemberdayaan semua pihak perlu kita lakukan secara melembaga melalui proses pembelajaran mengenai struktur, sistem dan mekanisme demokrasi dan melalui proses pemanfaatan peralatan dan mekanisme demokrasi menuju nilai-nilai dasar demokrasi sebagai suatu tradisi;


UPAYA-UPAYA YANG DILAKSANAKAN

10. Untuk meningkatkan pelaksanaan demokrasi dan HAM di Indonesia dalam rangka meningkatkan good governance pada lima tahun mendatang, maka perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :

a. Dirikan sebuah sidang pemilihan, pilihlah secara demokratis dengan berdasarkan pemungutan suara yang umum, untuk membuat rencana bekerja politis untuk reformasi yang sejati. Badan tersebut akan menyatakan aspirasi-aspirasi dari para buruh, petani-petani dan rakyat yang miskin. Untuk mengadakan pemilihan umum yang demokratis, seluruh hukum-hukum yang melarang ketidak-setujuan terhadap pemerintah dan pembatasan-pembatasan kepada partai-partai politis dalam kebebasan untuk berbicara dan berserikat harus dihapuskan. Semua tahanan politis harus dibebaskan dengan segera.

b. Pelanggaran HAM tidak hanya dapat dilakukan oleh negara. Dalam pola relasi kekuasaan horisontal peluang terjadinya pelanggaran HAM lebih luas dan aktor pelakunya juga meliputi aktor-aktor non negara, baik individu maupun korporasi. Karena itulah memang sudah saatnya kewajiban dan tanggungjawab perlindungan dan pemajuan HAM juga ada pada setiap individu dan korporasi. Kewajiban dan tanggungjawab menjadi semakin penting mengingat masalah utama yang dihadapi umat manusia bukan lagi sekedar kejahatan kemanusiaan, genosida, ataupun kejahatan perang. Permasalahan yang dihadapi umat manusia saat ini lebih bersifat mengakar, yaitu kemiskinan dan keterbelakangan, yang mau tidak mau harus diakui sebagai akibat eksploitasi atau paling tidak ketidakpedulian sisi dunia lain yang mengenyam kekayaan dan kemajuan. Kewajiban dan tanggungjawab korporasi dalam bentuk Corporate Social Responsibility terutama dalam Community Development, tidak seharusnya sekedar dimaknai sebagai upaya membangun citra. Kewajiban dan tanggungjawab tersebut lahir karena komitmen kemanusiaan. Kewajiban tersebut juga lahir karena kesadaran bahwa aktivitas korporasi, secara langsung maupun tidak, telah ikut menciptakan ketimpangan, kemiskinan, dan keterbelakangan. Tanpa peran serta korporasi, upaya menciptakan dunia yang lebih baik, dunia yang bebas dari kelaparan dan keterbelakangan akan sulit dilakukan mengingat kekuasaan korporasi yang sering kali melebihi kemampuan suatu negara.

c. Demi masa depan Indonesia yang makin menghormati dan membela HAM, demi terwujudnya pelaksanaan demokrasi perlu menyempurnakan segala perangkat sosial yang menjadi ruang bersama antardaerah dan kalangan. Oleh karena itu anak-anak negeri perlu mendapatkan pendidikan tentang HAM sedini mungkin. Lembaga-lembaga pendidikan harus memberi tempat bagi pendidikan HAM. Pendidikan HAM mutlak diperlukan sebab pengingkaran dan pelanggaran atas HAM terjadi justru karena masyarakat warga kita, bahkan elite politik dan (aparat) negara, mengalami human rights illiteration, "buta HAM". Tiadanya pendidikan HAM secara benar telah menyebabkan pelanggaran HAM di negeri ini. Karena itu, masa depan Indonesia mutlak menuntut hadirnya pendidikan HAM sedini mungkin, agar manusia Indonesia tidak menjadi powerless dan vulnerable terhadap pelanggaran HAM. Pendidikan HAM merupakan langkah fundamental untuk menuju masa depan Indonesia yang aman dalam melawan pelanggaran HAM. Pendidikan HAM harus menjadi agenda gerakan sosial dalam bentuknya yang paling efektif dan nyata. Terutama, pendidikan itu harus segera diberikan kepada para penegak hukum, elite politik, dan penguasa negeri ini. Sebab, mereka telah "buta HAM" sehingga dengan mudah menelantarkan proses perlindungan dan penegakan HAM bagi rakyatnya.
d. Sebuah negara yang dikatakan demokratis, dapat dilakukan dengan cara antara lain:
1) Adanya pemilu yang terbuka, tidak diskriminatif dan tidak memuat intimidasi, serta manipulasi.
2) Adanya sistem hukum yang baik dan ditegakkan.
3) Adanya mekanisme kontrol yang jelas dan terlindungi.
4) Adanya perlindungan hak-hak asasi manusia perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk hak rakyat untuk ikut serta dalam pembentukan pemerintahan, dan prinsip partisipasi terbuka, tidak dengan sendirinya membuka jalan bagi suatu anarkhisme.
Guna mewujudkan pelaksanaan ham dan demokrasi yang baik, maka perlu adanya ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia telah mendapatkan jaminan konstitusional yang sangat kuat dalam Undang-Undang Dasar Sebagaimana telah berhasil dirumuskan dalam naskah Perubahan Kedua UUD 1945, ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia telah mendapatkan jaminan konstitusional yang sangat kuat dalam Undang-Undang Dasar. Sebagian besar materi Undang-Undang Dasar ini sebenarnya berasal dari rumusan Undang-Undang yang telah disahkan sebelumnya, yaitu UU tentang Hak Asasi Manusia. Jika dirumuskan kembali, maka materi yang sudah diadopsikan ke dalam rumusan Undang-Undang Dasar 1945 mencakup 27 materi berikut:
1. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya .
2. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah .
3. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi .
4. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu .
5. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali .
6. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya .
7. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat .
8. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia .
9. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi .
10. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain .
11. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan .
12. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan .
13. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat .
14. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun .
15. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia .
16. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya .
17. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum .
18. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja .
19. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan .
20. Negara, dalam keadaan apapun, tidak dapat mengurangi hak setiap orang untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut .
21. Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat peradaban bangsa .
22. Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya .
23. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah .
24. Untuk memajukan, menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan .
25. Untuk menjamin pelaksanaan Pasal 4 ayat (5) tersebut di atas, dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen menurut ketentuan yang diatur dengan undang-undang .
26. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
27. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis .

Jika ke-27 ketentuan yang sudah diadopsikan ke dalam Undang-Undang Dasar diperluas dengan memasukkan elemen baru yang bersifat menyempurnakan rumusan yang ada, lalu dikelompokkan kembali sehingga mencakup ketentuan-ketentuan baru yang belum dimuat di dalamnya, maka rumusan hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar dapat mencakup kelompok kelompok materi sebagai berikut:

1. Kelompok Hak-Hak Sipil yang dapat dirumuskan menjadi:
a. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya.
b. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan.
c. Setiap orang berhak untuk bebas dari segala bentuk perbudakan.
d. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.
e. Setiap orang berhak untuk bebas memiliki keyakinan, pikiran dan hati nurani.
f. Setiap orang berhak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum.
g. Setiap orang berhak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan.
h. Setiap orang berhak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
i. Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
j. Setiap orang berhak akan status kewarganegaraan.
k. Setiap orang berhak untuk bebas bertempat tinggal di wilayah negaranya, meninggalkan dan kembali ke negaranya.
l. Setiap orang berhak memperoleh suaka politik.
m. Setiap orang berhak bebas dari segala bentuk perlakuan diskriminatif dan berhak mendapatkan perlindungan hukum dari perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut.

2. Kelompok Hak-Hak Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya
a. Setiap warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapatnya secara damai.
b. Setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka lembaga perwakilan rakyat.
c. Setiap warga negara dapat diangkat untuk menduduki jabatan-jabatan publik.
d. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pekerjaan yang sah dan layak bagi kemanusiaan.
e. Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapat imbalan, dan mendapat perlakuan yang layak dalam hubungan kerja yang berkeadilan.
f. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi.
g. Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak dan memungkinkan pengembangan dirinya sebagai manusia yang bermartabat.
h. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.
i. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pendidikan dan pengajaran.
j. Setiap orang berhak mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia.
k. Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak-hak masyarakat lokal selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat peradaban bangsa .
l. Negara mengakui setiap budaya sebagai bagian dari kebudayaan nasional.
m. Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya .

3. Kelompok Hak-Hak Khusus dan Hak Atas Pembangunan
a. Setiap warga negara yang menyandang masalah sosial, termasuk kelompok masyarakat yang terasing dan yang hidup di lingkungan terpencil, berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama.
b. Hak perempuan dijamin dan dilindungi untuk mencapai kesetaraan gender dalam kehidupan nasional.
c. Hak khusus yang melekat pada diri perempuan yang dikarenakan oleh fungsi reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum.
d. Setiap anak berhak atas kasih sayang, perhatian dan perlindungan orangtua, keluarga, masyarakat dan negara bagi pertumbuhan fisik dan mental serta perkembangan pribadinya.
e. Setiap warga negara berhak untuk berperan serta dalam pengelolaan dan turut menikmati manfaat yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan alam.
f. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
g. Kebijakan, perlakuan atau tindakan khusus yang bersifat sementara dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan yang sah yang dimaksudkan untuk menyetarakan tingkat perkembangan kelompok tertentu yang pernah mengalami perlakuan diskriminasi dengan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, dan perlakuan khusus sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) pasal ini, tidak termasuk dalam pengertian diskriminasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (13).

4. Tanggungjawab Negara dan Kewajiban Asasi Manusia
a. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai dengan nilai-nilai agama, moralitas dan kesusilaan, keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.
c. Negara bertanggungjawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia.
d. Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia, dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen dan tidak memihak yang pembentukan, susunan dan kedudukannya diatur dengan undang-undang.

Ketentuan-ketentuan yang memberikan jaminan konstitusional terhadap hak-hak asasi manusia itu sangat penting dan bahkan dianggap merupakan salah satu ciri pokok dianutnya prinsip negara hukum di suatu negara. Namun di samping hak-hak asasi manusia, harus pula dipahami bahwa setiap orang memiliki kewajiban dan tanggungjawab yang juga bersifat asasi. Setiap orang, selama hidupnya sejak sebelum kelahiran, memiliki hak dan kewajiban yang hakiki sebagai manusia. Pembentukan negara dan pemerintahan, untuk alasan apapun, tidak boleh menghilangkan prinsip hak dan kewajiban yang disandang oleh setiap manusia. Karena itu, jaminan hak dan kewajiban itu tidak ditentukan oleh kedudukan orang sebagai warga suatu negara. Setiap orang di manapun ia berada harus dijamin hak-hak dasarnya.


KESIMPULAN DAN SARAN

11. Kesimpulan. Dari uraian naskah secara singkat dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Pilihan terhadap demokrasi sebagai suatu sistem dalam berbagai tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara ini memiliki 2 (dua) alasan, yakni pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental. Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya.

b. Kondisi pelaksanaan demokrasi dan HAM di Indonesia belum dapat terwujud secara optimal hal ini dikarenakan sudah tidak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku sebagai mana yang diatur olah undang-undang. Lebih banyak mengutamakan kepentingan pribadi dari pada kepentingan kelompok atau golongan. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu antara lain ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya yang kesemuanya membawa dapat membawa dampak negatif dari pelaksanaan demokrasi dan HAM di Indonesia.

c. Pelaksanaan demokrasi dan HAM di Indonesia dalam rangka mewujudkan good governance yang diharapkan dapat ditempuh dengan melakukan Sistem politik multi-partai memungkinkan demokrasi dalam masyarakat majemuk berkembang secara berkelanjutan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat secara nyata. pemberdayaan semua pihak perlu kita lakukan secara melembaga melalui proses pembelajaran mengenai struktur, sistem dan mekanisme demokrasi dan melalui proses pemanfaatan peralatan dan mekanisme demokrasi menuju nilai-nilai dasar demokrasi sebagai suatu tradisi.

d. Agar pelaksanaan demokrasi dan HAM di Indonesia dapat terwujud maka diperlukan upaya-upaya yang dilakukan antara lain dengan menyempurnakan segala perangkat sosial yang menjadi ruang bersama antardaerah dan kalangan, anak-anak negeri perlu mendapatkan pendidikan tentang HAM sedini mungkin. Lembaga-lembaga pendidikan harus memberi tempat bagi pendidikan HAM. Karena tiadanya pendidikan HAM secara benar telah menyebabkan pelanggaran HAM di negeri ini.

12. Saran. Untuk mewujudkan demokrasi di Indonesia tidak bisa mengabaikan penegakan Hak Asasi Manusia sebagai bagian yang inheren dalam proses demokrasi, karena penegakkan hak asasi manusia merupakan salah satu indikator tercipatanya negara yang demokratis. Dengan kata lain, jika dalam suatu negara belum mengapresiasi dan menegakkan hak-hak dasar manusia dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, maka sesungguhnya negara tersebut masih berjalan pada demokrasi yang semu dan belum mencapai demokrasi yang sebenarnya.

10 Juni 2009

AIR POWER

PERAN KEMAMPUAN PENGEMBANGAN AIR POWER INDONESIA
DALAM RANGKA MENINGKATKAN PERTAHANAN UDARA NASIONAL
PADA MASA MENDATANG



Dalam komunitas pertahanan Indonesia, salah saru perdebatan substansial yang masih terus mengemuka adalah mengenai peran pemberdayaan wilayah pertahanan. Hal ini terutama dikarenakan masih tingginya kekhawatiran terhadap keterlibatan TNI dalam politik praktis melalui jaringan struktur teritorial TNI Mengemukanya perdebatan mengenai hal ini juga dikarenakan beberapa hal lainnya seperti definisi terhadap istilah pemberdayaan wilayah pertahanan itu sendiri, hubungannya dengan doktrin dan strategi pertahanan serta kerangka regulasi pertahanan. Bagaimana kita memaknakan pemberdayaan wilayah pertahanan melalui pembinaan teritorial dalam konteks perubahan lingkungan global dan regional yang kini dihadapi Indonesia.

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak antara 95o Bujur Timur sampai 141o Bujur Timur dan 11o Lintang Selatan sampai 6o Lintang Utara yang terdiri dari 17 ribuan pulau besar dan kecil dengan luas wilayah hampir sama dengan Eropa. Oleh karena itu diperlukan perlindungan udara atau pertahanan udara. Dimulai dengan pembahasan mengenai konsep pertahanan udara setelah berakhirnya Perang Dingin.Berakhirnya Perang Dingin membawa implikasi luas bagi konsep pertahanan dan keamanan. Dimensi permasalahan mencakup bukan hanya masalah militer, tetapi juga masalah-masalah non-militer. Jessica Tuchman Mathews menganggap bahwa “perkembangan global yang terjadi belakangan ini menjadikan konsep keamanan nasional perlu memperhitungkan dimensi sumber daya alam, lingkungan dan masalah-masalah kependudukan”. Tickner menambahkan bahwa masalah-masalah ancaman nasional dari dimensi militer, ekonomi, politik dan lingkungan berkaitan satu sama lain. Barry Buzan membuat definisi yang lebih luas. Dalam pandangannya, ancaman terhadap keamanan nasional dapat bersumber dari ancaman militer, politik, sosial, ekonomi dan lingkungan.

Konsep Robert Jervis tentang dilema keamanan (security dilemma) memperoleh tafsiran baru yang lebih positif dengan diajukannya konsep security interdependence. Keamanan, menurut konsep baru ini, ditafsirkan bukan sebagai keamanan terhadap (security against) tetapi keamanan dengan (security with). Oleh sebab itu tidak mengherankan jika kerjasama-kerjasama regional dan/atau multilateral tanpa memperhitungkan sistem politik dan ideologi menjadi semakin berkembang. Konsep-konsep yang kemudian berusaha menafsirkan pengertian itu, antara lain adalah keamanan bersama (common security), keamanan menyeluruh (comprehensif security) dan keamanan kooperatif (cooperative security).

Doktrin pertahanan Indonesia dapat dibagi dalam enam periode,yaitu periode perang kemerdekaan (1945-1949), RIS (1949-1950), perang internal (1950-1959), demokrasi terpimpin (1959-1967), Orde Baru (1967-1998), dan Reformasi (1998-2004). Doktrin pertahanan Indonesia lebih menekankan pada ancaman internal sehingga pengembangan kekuatan laut dan udara cenderung terabaikan. Padahal, ancaman eksternal sebenarnya cukup nyata dan perlu diantisipasi. Meskipun kemungkinan agresi langsung oleh musuh relatif kecil, suatu kemampuan penangkalan (deterrence) perlu dikembangkan untuk memperkecil kemungkinan ancaman terhadap NKRI. Pertahanan udara juga semakin vulnerable sebagai sasaran pertama dalam setiap pertempuran. Lawan pasti akan memperhitungkan kekuatan udara sebagai bagian utama sistem penangkalan (deterrence) dan pertahanan (defence). Untuk menghindari situasi seperti itu, reconaissance dan surveillance menjadi semakin penting. Daya penetrasi serangan maupun kemampuan bertahan akan sangat tergantung pada reconaissance dan surveillance. Kecenderungan itu menjadi semakin penting bagi suatu negara yang menganut doktrin pertahanan defensif (defensif defence) yang memerlukan pertahanan yang canggih untuk menetralisasi serangan lawan.

Peran IPTEK pertahanan khususnya teknologi pertahanan termasuk di dalamnya teknologi militer merupakan hal yang sangat dirahasiakan oleh negara-negara maju produsen peralatan pertahanan. Hal seperti ini mengakibatkan negara Indonesia sangat tertinggal jauh dibidang teknologi pertahanan, karena baru sebagai negara konsumen. Untuk mengatasi kelemahan ini perlu strategi sebagai berikut : a) Mencari peluang transfer teknologi pertahanan dari negara maju untuk mentransfer teknologi pertahanan atau under license . b) Kerjasama bilateral pertahanan di bidang pendidikan, latihan militer bersama dan di bidang teknologi pertahanan melibatkan Industri nasional dan perguruan tinggi. Dengan tingkat kemampuan teknologi yang diharapkan untuk sistem pertahanan, setelah tertata dengan baik hal-hal yang berkenaan dengan SDM, sarana dan prasarana antara lain, sistem komunikasi dan informasi, kelembagaan serta fasilitas, maka kemampuan iptek pertahanan dan industri pertahanan yang diharapkan adalah : Kemampuan rancang bangun dan Platform; Teknologi automotive darat, laut dan udara dengan mobilitas tinggi ; Teknologi radar dengan jarak jangkauan jauh dan akurat ; Teknologi senjata dengan jarak capai tembak efektif yang jauh ; Teknologi yang tahan terhadap cuaca, masa pakai lama serta efisien; Teknologi yang terintegrasi dengan sista yang lainnya dan mudah dioperasikannya.

Perkembangan teknologi baru dikatakan mengawali suatu revolusi militer jika suatu teknologi baru (combustion engine) mulai secara berarti digunakan dalam sistem militer (main-battle tanks) yang kemudian dikombinasikan dengan konsep operasi baru (blietzkrieg) dan organisasi (divisi panser) untuk mencapai efektifitas suatu operasi militer. Kebijakan pertahanan nasional selalu diarahkan pada tiga tujuan fundamental yaitu perlindungan wilayah/teritorial, kedaulatan, dan keselamatan bangsa. Dalam konteks Indonesia, upaya untuk memenuhi kepentingan pertahanan nasional di atas harus memperhatikan, pertama, faktor geostrategis negara baik ke dalam dan keluar. Kedua, sistem dan strategi pertahanan nasional harus memperhatikan perubahan-perubahan dunia internasional, terutama perubahan sifat perang, sifat dan bentuk ancaman dalam dunia yang digerakkan oleh perkembangan pesat di bidang teknologi dan komunikasi. Perang modern, dengan pengecualian perang untuk menggulingkan suatu rejim, tidak lagi didominasi perang teritorial yang dilakukan dengan konsep-konsep perlawanan bersenjata secara gerilya, melainkan merupakan perang yang menekankan penghancuran infrastruktur vital atau center of gravity. Perkembangan ini mau tidak mau haruslah mengubah cara pandang/paradigma pertahanan negara Indonesia sebagai Negara kepulauan. Kalaupun pemikiran-pemikiran atas dasar land-based strategy masih dipertahankan, strategi ini akan berjalan efektif dengan dukungan kekuatan udara dan laut. Apa yang membuat air power menjadi penting ? Justru melihat luasnya lingkup pengembangan air power, masuk akal pula bila upaya ini melibatkan sebanyak mungkin pihak yang berkecimpung, baik dalam rekayasa dan manufakturing, pemeliharaan, maupun penelitian dan pengembangan, di lingkungan swasta, perguruan tinggi, serta di lingkungan Departemen Pertahanan dan TNI sendiri. Sementara itu, kondisi yang serba terbatas yang ada dewasa ini perlu disikapi pula dengan optimisme bahwa satu hari kelak RI akan memiliki air power yang sepadan dengan geografi dan geostrategi yang ada padanya.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara kepulauan terbesar yang memiliki garis katulistiwa terpanjang, terletak diantara dua benua dan dua samudera, membuat NKRI mempunyai posisi yang sangat strategis. Selain arus lalu lintas laut dan udara yang padat, juga letak Geo Stationary Orbit (GSO) di garis katulistiwa menyebabkan banyaknya satelit di ruang angkasa kita. NKRI memiliki sepuluh area perbatasan dengan negara tetangga, tiga diantaranya yaitu Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste merupakan perbatasan darat. Wilayah yang luasnya melebihi benua Eropa ini harus memiliki sistem ketahanan dan keamanan (Sishankamnas) yang mampu membawa peri kehidupan rakyat menuju suasana kehidupan yang adil, makmur, dan sejahtera.

Indonesia yang besar ini, membutuhkan sebuah sistem hankam yang kuat dan didukung adanya Angkatan Udara yang kuat. Perlu diingat, hanya Angkatan Udara yang mampu menyediakan faktor kecepatan, fleksibilitas, dan jarak jangkau yang baik di banding Angkatan lainnya. Kita bisa mengambil contoh saat Operasi Trikora. Dengan kekuatan udara, semua misi penyerangan di Irian Barat bisa dilakukan dengan baik. Sayang, pada masa itu kita tidak belajar bagaimana seharusnya membentuk Angkatan Udara dengan baik. Sehingga dari tahun ke tahun sistem hankam kita menjadi begitu rentan dan jauh tertinggal dalam mengakses perubahan ancaman.

Sistem hankam kita “Hankamrata” sebagai pengawal kedaulatan negara teramat rentan dengan terpecah belahnya kesatuan geografis negara. Di era sekarang, kekuatan darat dan laut mustahil akan mampu menangani setiap permasalahan gangguan keamanan tanpa bantuan air power. Kita ambil contoh beberapa perang terakhir, seperti Desert Storm Operation di Timur Tengah, Deny Operation di Kosovo, dan Enduring Freedom di Afganistan, yang bertumpu pada keunggulan air power. Masihkah kita enggan mengakui peran besar yang disumbangkan air power dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Angkatan Udara sendiri pasti tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Selain dana dan kewenangan yang terbatas, masalah kemandirian tehnologi adalah masalah bangsa. Andaikan Angkatan Udara masih berpijak pada tugasnya yang “to fight and to fly” tanpa mau tahu bagaimana cara pemerintah mencukupi kebutuhannya, itu juga tidak salah. Doktrin ditafsirkan sebagai falsafah dasar mengenai penggelaran pasukan. Doktrin adalah suatu keyakinan tentang perang yang pada gilirannya merupakan petunjuk operasional tentang bagaimana menggunakan kekuatan-kekuatan militer dalam pertempuran. Pancasila dan UUD 1945 serta ketentuan-ketentuan kontitusional lainny maupun konsep Wawasan Nusantara tidak dapat ditafsirkan sebagai doktrin dalam pengertian seperti itu, karena mereka tidak memberi petunjuk penggelaran kekuatan militer.

Secara tradisional kekuatan udara memainkan peranan kurang penting. Mereka tidak lebih sebagai kekuatan pendukung operasi darat dan laut. Namun perhitungan seperti ini mungkin harus diubah. Udara memainkan peran sebagai medium projectile, manufer, concealment dan surprise. Selain itu, dua faktor yang disebut di atas, yaitu perluasan dimensi dan substansi masalah keamanan serta perkembangan teknologi militer, akan memperkuat keharusan itu. Perubahan teknologi menjadikan kekuatan udara jauh lebih penting dalam perang modern daripada dalam perang konvensional. Perang Yom Kipur (Oktober 1977), inkursi Israel ke Libanon (1982), dan perang Teluk II (1990) menunjukkan betapa surveillance memainkan peranan menentukan untuk memenangkan pertempuran. Kaum maksimalis bahkan menganggap kekuatan udara semakin potensial untuk menentukan kemenangan. Menurut beberapa pakar militer, konsepsi Hankamrata dan perang gerilya termasuk dalam doktrin operasional TNI yang sudah tidak relevan lagi dengan sumber ancaman yang dihadapi Indonesia. Perang modern yang bersifat multi dimensional memerlukan pelibatan seluruh komponen yang ada di udara, laut dan darat. Sehingga doktrin operasional tersebut masih memerlukan perincian.Ketiga angkatan TNI, termasuk Angkatan Udara didalamnya, seharusnya memiliki peranan yang berimbang untuk melindungi wilayah teritorial dari ancaman luar, mengamankan pembangunan, dan menopang peran regional dan internasional Indonesia. Untuk mewujudkan air power yang mandiri memang perlu biaya mahal, namun kita tidak boleh mengelak dari kenyataan bahwa air power memang telah menjadi kebutuhan pokok sistem pertahanan kita.
Kita memang sedang terpuruk akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, namun masalah air power adalah masalah fundamen kedaulatan negara yang tidak bisa ditinggalkan. Sehingga aplikasi air power yang paling relevan bagi bangsa kita bukan pada sampai sejauh mana air power diterapkan, tetapi pada bagaimana prospek pengembangannya di masa depan. Tuntutan pengembangan jumlah kekuatan tempur yang dimiliki untuk mempertahankan wilayah kedaulatan kita memang mutlak adanya bagi TNI AU. Namun dengan kondisi bangsa kita yang sedang kembang kempis dan masih berkutat dalam teKnologi tradisionil, memiliki kekuatan tempur besar dengan cara mengimpor tentunya bukanlah solusi terbaik. TNI AU justru harus ikut menyisihkan dana dan berkonsentrasi pada riset kedirgantaraan dalam negeri agar di masa mendatang kita mampu memproduksi pesawat tempur dan persenjataan lain di dalam negeri. Disisi lain organisasi TNI Angkatan Udara telah menggelembung terlebih dahulu tanpa memiliki fundamen industri air power. Konsep “Small air force but professional” harus benar-benar dipahami dan diaplikasikan. Sebagai palang pintu negara di udara, penggelembungan kekuatan tanpa didasari dengan konsep taktis dan strategis operasi tempur sudah harus ditinggalkan. Lebih baik memiliki organisasi yang kecil namun benar-benar efektif dan efisien dalan melaksanakan misi-misi operasi.

Kesimpulan yang dapat diambil dari Pembahasan diatas adalah mengapa Indonesia perlu melakukan revitalisasi pertahanan udara untuk masa yang akan datang dalam menghadapi serangan invasi dari luar. Dalam perang modern diperlukan adanya teknologi serta adanya intelligence gathering yang akan memainkan peranan bukan hanya untuk maksud perang tetapi juga untuk damai. Tidak ada senjata canggih yang dapat digunakan dengan efektif tanpa sarana kendali komunikasi dan penginderaan. Di tengah perkembangan teknologi persenjataan yang cenderung semakin ofensif itu, survivabilitas suatu negara akan ditentukan oleh kemampuannya untuk melakukan deteksi dini, penentuan lokasi, identifikasi terhadap berbagai potensi ancaman.




DAFTAR PUSTAKA


Edy Prasetyono (2006). Kajian Kritis terhadap UU N0. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dalam Hari T. Prihartono. Penataan kerangka Regulasi keamanan Nasional.Jakarta:ProPatria Intitute. Hal.33-56

Jessica Tuchman Mathews, “Redefining Security”, Foreign Affairs Vol. 68, No. 2 (Spring 1988), 162.

J. Ann Tickner, “Revisioning Security”, dalam International Relations Theory Today, ed. Ken Booth dan Steve Smith (Cambridge: Polity Press, 1995), 194.

Barry Buzan, People, State and Fear: An Agenda for International Security Studies in the Post-Cold War Era (London: Harvester Wheatsheaf, 1991), 19-20.

Secara singkat elaborasi konsep-konsep keamanan itu dapat diikuti dalam David Dewitt, “Common, Comprehensive, and Cooperative Security”, Pacific Review Vol. 7, No. 1 (1994): 1.

Fred Frostic dan Christopher J. Bowie, “Conventional Campaign Analysis of Major Regional Conflict”, dalam New Challenges for Defense Planning, 377.

Strategic Survey 1995/1996 (London: IISS, 1997), hal. 30-31.

H. Priyatna Abdurrasyid, Kekuatan Negara Di Udara, dalam Koesnadi Kardi dan Hendro Subroto (ed), Air Power Kekuatan Udara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hlm 1.

Koesnadi Kardi, “Indonesian Doctrine”, dalam A Join Surveillance Program: Australia and Indonesia , disunting oleh Koesnandi Kardi dan Noel A. Tesch (Fairbairn: Air Power Studies Centre 1995), hal. 35-47

Paul K. Davis, “Planning Under Uncertainty Then and Now: Paradigms Lost and Paradigms Emerging”, dalam New Challenges for Defense Planning: Rethinking How Much is Enough (Rand 1994), hal. 50.

Paul K. Davis dan Lou Finch, Defence Planning for the Post-Cold War: Giving Meaning to Flexibility, Adaptiveness, and Robustness of Capability (Santa Monica: Cal.: Rand, 1993), hal.34.

Saleh Basarah, Dari Gagasan Menjadi Doktrin, dalam Koesnadi Kardi dan Hendro Subroto (ed), Air Power Kekuatan Udara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hlm 26.