Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya
setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang biasanya intim dan
seksual. Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga.
1. Kawin Lari atas kesepakatan bersama(Mangalua) .
Kawin lari atau Mangalua atas kesepakatan kedua calon mempelai sangat
sering terjadi. kasus ini timbul karena orang tua tidak merestui si
pemuda atau si pemudi pilihan anaknya.
2. Kawin Lari dengan paksa (Mangabing Boru).
Jika seorang pemuda jatuh cinta kepada seorang gadis, tetapi lamarannya
ditolak secara sepihak oleh orang tua, demi menutupi malu dan didorong
rasa cintanya yg berapi-api, maka si pemuda mengajak beberapa orang
temannya untuk menculik si gadis dan membawa si gadis kerumahnya utk
dijadikan istri. perbuatan ini dianggap pelanggaran susila ttp masih ada
jalan terbuka untuk perundingan.
3. Perkawinan atas desakan si gadis(Mahuempe/ Mahiturun) .
Bentuk perkawinan mahuempe terjadi bila si gadis pergi menemui si pemuda
atas prakarsa dan kemauannya sendiri. biasanya si gadis ditemani oleh
beberapa temannya mendatangi si pemuda dan mendesak agar perkawinan
segera dilaksanakan. Mahiturun adalah perkawinan yg hampir sama dengan
mahuempe, bedanya dalam mahiturun si pemudi jauh lebih aktif dan
agresif dibanding mahuempe.
4. Perkawinan untuk menggantikan istri yg meninggal(Panoroni) .
Jika seorang istri meninggal dan mempunyai beberapa anak yg masih
kecil2, timbul masalah siapa yg akan mengasuhnya nanti. Dalam hal ini si
Duda dapat meminta kepada orang tua si istri(parboru) untuk mencarikan
pengganti istri yg sudah tiada.
5. Perkawinan karena suami meninggal(Singkat Rere).
Jika seorang suami meninggal,maka akan timbul masalah bagi si janda
untuk penghidupannya di kemudian hari dan jika si janda masih sehat dan
masih mampu memberikan keturunan dan tidak keberatan untuk kawin lagi
maka yg pertama harus dipertimbangkan menjadi calon suaminya ialah adik
laki-laki dari si suami yg meninggal,atas dasar ‘ganti tikar’(singkat
rere). Kalau pria yg mengawini si janda ialah adik atau abang kandung
si suami atau saudara semarga yg sangat dekat dgn almarhum, maka
istilah perkawinannya disebut pagodanghon atau pareakkon.
6. Bigami atau Poligami (Marimbang, Tungkot).
Jaman dulu banyak lelaki yg malakukan poligami dengan alasan mengapa
mereka mengambil istri kedua atau lebih, sebagian menyatakan untuk
memperoleh keturunan yaitu karena masih belum mendapatkan keturunan
laki-laki. tetapi ada juga yg bermaksud memperbesar kekeluargaan dgn
tujuan meningkatkan kesejahteraaan atau disebut pabidang
panggagatan(melebarkan lapangan tempat merumput). Dalam kasus
perkawinan bigami(marsidua- dua) kedudukan istri kedua sangat seimbang
dengan istri pertama, sebab itu disebut marimbang. atau yg lain yaitu
si istri pertama memilih istri kedua dari kalangan keluarga terdekat
dan disebut tungkot(tongkat) .
7. Perkawinan sebagai agunan utang(Parumaen di losung).
perkawinan ini ialah perkawinan yg menggunakan anak gadis sebagai agunan
utang si bapak dari si gadis tsb. jika seorang bapak mempunyai utang
pd seseorang dan belum mampu melunasinya, maka sebagai agunan utangnya
dia menyerahkan anak gadisnya utk dipertunangkan kepada anak si pemberi
utang.
8. Perkawinan menumpang pada mertua(Marsonduk Hela).
Perkawinan marsonduk hela hampir sama dgn perkawinan biasa, tetapi
karena mas kawin(sinamot) yg harus diserahkan kurang, maka diputuskan si
laki-laki itu menjadi menantunya dan dia akan tinggal bersama
mertuanya untuk membantu segala pekerjaan dari mulai pekerjaan rumah
sampai sawah. Pihak sinonduk hela(menantu) tidak seumur hidup harus
tinggal berasama mertuanya, jika keadaan sudah memungkinkan dia dapat
pindah di rumahnya sendiri.
9. Perkawinan setelah digauli paksa(Manggogoi) .
Jika laki-laki menggauli perempuan secara paksa(manggogoi) ada dua hal
yg mungkin terjadi. jika perempuan tidak mengenal pria tersebut dan
tidak bersedia dikawinkan maka pria tsb dinamakan pelanggar susila
hukumannya ialah hukuman mati. tetapi jika si perempuan bersedia
melanjutkan kasusnya ke arah perkawinan yg resmi ,maka prosedurnya sama
dgn mangabing boru.
10. Pertunangan anak-anak(Dipaorohon).
Pertunangan anak-anak pd jaman dahulu bukanlah hal yg aneh, hal ini
sering dilakukan oleh raja-raja dahulu. beberapa alasan mempertunangkan
anak-anak: hubungan persahabatan/ kekeluargaan, seseorang tidak mampu
membayar utang kepada pemberi utang, dll
Garis Besar Tata Cara dan Urutan Pernikahan Adat Batak Na Gok adalah sebagai berikut:
1. Mangarisika.
Adalah kunjungan utusan pria yang tidak resmi ke tempat wanita
dalam rangka penjajakan. Jika pintu terbuka untuk mengadakan peminangan
maka pihak orang tua pria memberikan tanda mau (tanda holong dan pihak
wanita memberi tanda mata). Jenis barang-barang pemberian untuk
pernikahan adat batak dapat berupa kain, cincin emas, dan lain-lain .
2. Marhori-hori Dinding/marhusip.
Pembicaraan antara kedua belah pihak yang melamar dan yang dilamar,
terbatas dalam hubungan kerabat terdekat dan belum diketahui oleh
umum.
3. Marhata Sinamot.
Pihak kerabat mempelai pria (dalam jumlah yang terbatas) datang
kepada kerabat mempelai wanita untuk melakukan marhata sinamot,
membicarakan masalah uang jujur (tuhor).
4. Pudun Sauta.
Pihak kerabat pria tanpa hula-hula mengantarkan wadah sumpit
berisi nasi dan lauk pauknya (ternak yang sudah disembelih) yang
diterima oleh pihak parboru dan setelah makan bersama dilanjutkan
dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang
terdiri dari:
- Kerabat marga ibu (hula-hula)
- Kerabat marga ayah (dongan tubu)
- Anggota marga menantu (boru)
- Pengetuai (orang-orang tua)/pariban
- Diakhir kegiatan Pudun Saut maka pihak keluarga wanita dan pria bersepakat menentukan waktu Martumpol dan Pamasu-masuon.
5. Martumpol (baca : martuppol)
Penanda-tanganan persetujuan pernikahan adat oleh orang tua kedua
belah pihak atas rencana perkawinan anak-anak mereka dihadapan pejabat
gereja. Tata cara Partumpolon dilaksanakan oleh pejabat gereja sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Tindak lanjut Partumpolon adalah pejabat
gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai melalui warta
jemaat, yang di HKBP disebut dengan Tingting (baca : tikting).
Tingting ini harus dilakukan dua kali hari minggu berturut-turut.
Apabila setelah dua kali tingting tidak ada gugatan dari pihak lain baru
dapat dilanjutkan dengan pemberkatan nikah (pamasu-masuon).
6. Martonggo Raja atau Maria Raja.
Adalah suatu kegiatan pra pernikahan adat yang bersifat seremonial
yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pernikahan adat yang
bertujuan untuk :
- Mempersiapkan kepentingan pernikahan adat yang bersifat teknis dan non teknis
- Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah
ditentukan ada pernikahan adat pernikahan dan berkenaan dengan itu agar
pihak lain tidak mengadakan pernikahan adat dalam waktu yang
bersamaan.
- Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.
7. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
Pengesahan pernikahan adat kedua mempelai menurut tatacara gereja
(pemberkatan pernikahan oleh pejabat gereja). Setelah pemberkatan
pernikahan selesai maka kedua mempelai sudah sah sebagai suami-istri
menurut gereja. Setelah selesai seluruh acara pamasu-masuon, kedua
belah pihak yang turut serta dalam acara pamasu-masuon maupun yang
tidak pergi menuju tempat kediaman orang tua/kerabat orang tua wanita
untuk mengadakan pesta unjuk. Pesta unjuk oleh kerabat pria disebut
Pesta Mangalap parumaen (baca : parmaen)
8. Pesta Unjuk.
Suatu acara perayaan yang bersifat sukacita atas pernikahan adat putra dan putri. Ciri pesta sukacita ialah berbagi jambar :
- Jambar yang dibagi-bagikan untuk kerabat parboru adalah jambar
juhut (daging) dan jambar uang (tuhor ni boru) dibagi menurut
peraturan.
- Jambar yang dibagi-bagikan bagi kerabat paranak adalah dengke (baca
: dekke) dan ulos yang dibagi menurut peraturan. Pesta Unjuk ini
diakhiri dengan membawa pulang pengantin ke rumah paranak.
9. Mangihut di ampang (dialap jual)
Yaitu mempelai wanita dibawa ke tempat mempelai pria yang
dielu-elukan kerabat pria dengan mengiringi jual berisi makanan
bertutup ulos yang disediakan oleh pihak kerabat pria.
10. Ditaruhon Jual.
Jika pesta untuk pernikahan itu dilakukan di rumah mempelai pria,
maka mempelai wanita dibolehkan pulang ke tempat orang tuanya untuk
kemudian diantar lagi oleh para namborunya ke tempat namborunya. Dalam
hal ini paranak wajib memberikan upa manaru (upah mengantar), sedang
dalam dialap jual upa manaru tidak dikenal.
11. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)
- Setibanya pengantin wanita beserta rombongan di rumah pengantin
pria, maka diadakanlah acara makan bersama dengan seluruh undangan yang
masih berkenan ikut ke rumah pengantin pria.
- Makanan yang dimakan adalah makanan yang dibawa oleh pihak parboru
12. Paulak Unea.
- Setelah satu, tiga, lima atau tujuh hari si wanita tinggal bersama
dengan suaminya, maka paranak, minimum pengantin pria bersama istrinya
pergi ke rumah mertuanya untuk menyatakan terima kasih atas berjalannya
acara pernikahan dengan baik, terutama keadaan baik pengantin wanita
pada masa gadisnya (acara ini lebih bersifat aspek hukum berkaitan
dengan kesucian si wanita sampai ia masuk di dalam pernikahan).
- Setelah selesai acara paulak une, paranak kembali ke kampung halamannya/rumahnya dan selanjutnya memulai hidup baru.
13. Manjahea.
Setelah beberapa lama pengantin pria dan wanita menjalani hidup
berumah tangga (kalau pria tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan
dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian.
14. Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)
Beberapa lama setelah pengantin pria dan wanita berumah tangga terutama
setelah berdiri sendiri (rumah dan mata pencariannya telah dipisah
dari orang tua si laki-laki) maka datanglah berkunjung parboru kepada
paranak dengan maksud maningkir tangga (yang dimaksud dengan tangga
disini adalah rumah tangga pengantin baru). Dalam kunjungan ini parboru
juga membawa makanan (nasi dan lauk pauk, dengke sitio tio dan dengke
simundur-mundur). Dengan selesainya kunjungan maningkir tangga ini maka
selesailah rangkaian
pernikahan adat na gok.
Urutan ACARA PESTA ADAT PERNIKAHAN BATAK
*) MARSIBUHA BUHAI
Pagi hari sebelum dimulai pemberkatan/catatan sipil/pesta adat, acara
dimulai dengan penjemputan mempelai wanita di rumah disertai dengan
makan pagi bersama dan berdoa untuk kelangsungan pesta pernikahan,
biasanya disini ada penyerahan bunga oleh mempelai pria dan pemasangan
bunga oleh mempelai wanita dilanjutkan dengan penyerahan Tudu-tudu Ni
Sipanganon dan Menyerahkan dengke lalu makan bersama, selanjutmya
berangkat menuju gereja untuk pemberkatan.
BEBERAPA Pengertian POKOK DALAM ADAT PERKAWINAN
- Suhut , kedua pihak yang punya hajatan
- Parboru, orang tua pengenten perempuan=Bona ni haushuton
- Paranak, orang tua pengenten Pria= Suhut Bolon.
- Suhut Bolahan amak : Suhut yang menjadi tuan rumah dimana acara adat di selenggrakan.
- Suhut naniambangan, suhut yang datang
- Hula-hula, saudara laki-laki dari isteri masing-masing suhut
- Dongan Tubu, semua saudara laki masing-masing suhut ( Tobing dan Batubara).
- Boru, semua yang isterinya semarga dengan marga kedua suhut ( boru Tobing dan boru Batubara).
- Dongan sahuta, arti harafiah “teman sekampung” semua yang
tinggal dalam huta/kampung komunitas (daerah tertentu) yang sama
paradaton/solupnya.
- Ale-ale, sahabat yang diundang bukan berdasarkan garis persaudaraan (kekerabatan atau silsilah) .
- Uduran, rombongan masing-masing suhut, maupun rombongan masing-masing hula-hulanya.
- Raja Parhata (RP), Protokol (PR) atau Juru Bicara (JB)
masing-masing suhut, juru bicara yang ditetapkan masing-masng pihak
- Namargoar, Tanda Makanan Adat , bagian-bagian tubuh hewan yang
dipotong yang menandakan makanan adat itu adalah dari satu hewan
(lembu/kerbau) yang utuh, yang nantinya dibagikan.
- Jambar, namargoar yang dibagikan kepada yang berhak, sebagai
legitimasi dan fungsi keberadaannya dalan acara adat itu.
- Dalihan Na Tolu (DNT), terjemahan harafiah”Tungku Nan Tiga”
satu sistim kekerabatan dan way of life masyarakat Adat Batak
- Solup, takaran beras dari bambu yang dipakai sebagai analogi
paradaton, yang bermakna dihuta imana acara adat batak diadakan
solup/paradaton dari huta itulah yang dipakai sebagai rujukan, atau
disebut dengan hukum tradisi “sidapot solup do na ro
PROSESI MASUK TEMPAT ACARA ADAT
(Contoh Acara di Tempat Perempuan)
- Raja Parhata/Protokol Pihak Perempuan= PRW
- Raja Parhata/Protokol Pihak Laki-laki = PRP
- Suhut Pihak Wanita = SW
- Suhut Pihak Pria = SP
PRW meminta semua dongan tubu/semaraganya bersiap untuk
menyambut dan menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang
- Raja Parhata/Protokol Pihak Perempuan (PRW) memberi tahu kepada Hula-hula, bahwa SP sudah siap menyambut dan menerima kedatangan Hula-hula
- Setelah hula-hula mengatakan mereka sudah siap untuk masuk, PRW
mempersilakan masuk dengan menyebut satu persatu, hula-hula dan
tulangnya secara berurutan sesuai urutan rombongan masuk nanti:
dimulai dar Hula-hula ..............
- 1. Hula-hula, ……
2. Tulang, …….
3. Bona Tulang, …..
4. Tulang Rorobot, …..
5. Bonaniari, ……
6. Hula-hula namarhahamaranggi:
– a …
– b….
– c….
– dst
7.Hula-hula anak manjae, … dengan permintaan agara mereka bersam-sama
masuk dan menyerahkan pengaturan selanjutnya kepada hula-hula
..................
Raja Parhata/Protokol Pihak Laki-laki (PRP) Hulahula, menyampaikan kepada rombongan hula-hula dan tulang
yang sudah disebutkan PRW pada III , bahwa SW sudah siap menerima
kedatangan rombongan hula-hula dan tulang dengan permintaan agar
uduran Hula-hula dan Tulang memasuki tempat acara , secara
bersama-sama.
Untuk itu diatur urut-urutan uduran (rombongan) hula-hula dan tulang
yang akan memasuki ruangan. Uduran yang pertama adalah
Hula-hula,……, diikuti TULANG …….sesuai urut-urutan yang disebut kan
PRW pada (3).
- MENERIMA KEDATANGAN SUHUT PARANAK (SP).
Setelah seluruh rombongan hula-hula dan tulang dari SW duduk (acara 4), rombongan Paranak/SP dipersilakan memasuki ruangan.
PRW, memberitahu bahwa tempat untuk SP dan uduran/rombongannya sudah
disediakan dan SW sudah siap menerima kedatangan mereka beserta
Hula-hula , Tulang SP dan uduran/rombongannya
PRP menyampaikan kepada dongan tubu Batubara, bahwa sudah ada permintaan dari Tobing agar mereka memasuki ruangan.
Kepada hula-hula dan tulang (disebutkan satu persatu) yaitu:
1. Hula-hula, ….
2. Tulang, …..
3. Bona Tulang, ….
4. Tulang Rorobot, …..
5. Bonaniari , …..
6. Hula-hula namarhaha-marnggi:
– a…….
– b …….
– c…….
– dst
7. Hula-hula anak manjae…..
PRP memohon, sesuai permintaan hula-hula SW agar mereka masuk
bersama-sama dengan SP. Untuk itu tatacara dan urutan memasuki
ruangan diatur, pertama adalah Uduran/rombongan SP& Borunya,
disusul Hula-hula….., Tulang…..dan seterusnya sesuai urut-urutan
yang telah dibacakan PR Batubara (Dibacakan sekali lagi kalau sudah
mulai masuk).
Menyerahkan Tanda Makanan Adat. (Tudu-tudu Ni Sipanganon)
Tanda makanan adat yang pokok adalah: kepala utuh, leher (tanggalan),
rusuk melingkar (somba-somba) , pangkal paha (soit), punggung dengan
ekor (upasira), hati dan jantung ditempatkan dalam baskom/ember besar.
Tanda makanan adat diserahkan SP beserta Isteri didampingi saudara
yang lain dipandu PRP, diserahkan kepada SW dengan bahasa adat, yang
intinya menunjukkan kerendahan hati dengan mengatakan walaupun makanan
yang dibawa itu sedikit/ala kadarnya semoga ia tetap membawa manfaat
dan berkat jasmani dan rohani hula-hula SW dan semua yang menyantap nya,
sambil menyebut bahasa adat : Sitiktikma si gompa, golang golang
pangarahutna, tung so sadia (otik) pe naung pinatupa i, sai godangma
pinasuna.
Menyerahkan dengke/Ikan Oleh SW
Aslinya ikan yang diberikan adalah jenis “ihan” atau ikan Batak,
sejenis ikan yang hanya hidup di Danau Toba dan sungai Asahan bagian
hulu dan rasanya memang manis dan khas. Ikan ini mempunyai sifat hidup
di air yang jernih (tio) dan kalau berenang/berjalan selalu beriringan
(mudur-udur) , karena itu disebut ; dengke sitio-tio, dengke si
mudur-udur (ikan yang hidup jernih dan selalu beriringan/berjalan
beriringan bersama)
Simbol inilah yang menjadi harapan kepada penganeten dan keluarganya
yaitu seia sekata beriringan dan murah rejeki (tio pancarian dohot
pangomoan).
Tetapi sekarang ihan sudah sangat sulit didapat, dan jenis ikan mas
sudah biasa digunakan. Ikan Masa ini dimasak khasa Batak yang disebut
“naniarsik” ikan yang dimasak (direbus) dengan bumbu tertentu sampai
airnya berkurang pada kadar tertentu dan bumbunya sudah meresap kedalam
daging ikan itu.
Makan Bersama
Sebelum bersantap makan, terlebih dahulu berdoa dari suhut Pria (SP) ,
karena pada dasarnya SP yang membawa makanan itu walaupun acara adatnya
di tempat SW.
Untuk kata pengantar makan, PRP menyampaikan satu uppasa (ungkapan adat)
dalam bahasa Batak seperti waktu menyerahakan tanda makanan adat:
Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna
Tung, sosadiape napinatupa on, sai godangma pinasuna.
Ungkapan ini menggambarkan kerendahan hati yang memebawa makanan
(Batubara), dengan mengatakan walaupun makanan yang dihidangkan tidak
seberapa (pada hal hewan yang diptong yang menjadi santapan adalah hewan
lembu atau kerbau yang utuh), tetapi mengharapkan agar semua dapat
menikmatinya serta membawa berkat.
Kemudian PRP mempersilakan bersantap
Membagi Jambar/ Tanda Makanan Adat
Biasanya sebelum jambar dibagi, terlebih dahulu dirundingkan
bagian-bagian mana yang diberikan SW kepada SP. Tetapi, yang dianut
dalam acara adat yaitu Solup Batam, yang disebut dengan “JAMBAR
MANGIHUT”dimana jambar sudah dibicarakan sebelumnya dan dalam acara
adatnya (unjuk) SW tinggal memberikan bagian jambar untuk SP sebagai ulu
ni dengke mulak. Selanjutnya masing masing suhut membagikannya kepada
masing-masing fungsi dari pihaknya masing-masing saat makan sampai
selesai dibagikan
Manjalo Tumpak (Sumbangan Tanda Kasih)
Arti harafiah tumpak adalah sumbangan bentuk uang, tetapi melihat
keberadaan masing-masing dalam acara adat mungkin istilah yang lebih
tepat adalah tanda kasih. Yang memberikan tumpak adalah undangan SUHUT
PRIA, yang diantarkan ketempat SUHUT duduk dengan memasukkannya dalam
baskom yang disediakan/ ditempatkan dihadapan SUHUT, sambil menyalami
pengenten dan SUHUT.
Setelah selesai santap makan, PRP meminta ijin kepada PRW agar mereke
diberi waktu untuk menerima para undangan mereka untuk mengantarkan
tumpak (tanda kasih)
Setelah PRW mempersilakan, PRP menyampai kan kepada dongan tubu,
boru/bere dan undangannya bahwa SP sudah siap menerima kedatangan
mereka untuk mengantar tumpak.
etelah selesai PRP mengucapkan terima kasih atas pemberian tanda kasih dari para undangannya
Acara Percakapan Adat dan Mempersiapkan Percakapan
- RPW menanyakan Batubara apakah sudah siap memulai percakapan, yang dijawab oleh SP, mereka sudah siap
- Masing-masing PRW dan PRP menyampaikan kepada pihaknya dan
hula-hula serta tulangnya bahwa percakapan adat akan dimulai, dan
memohon kepada hula-hulanya agar berkenan memberi nasehat kepada
mereka dalam percakapan adat nanti
Memulai Percakapan (Pinggan Panungkunan) .
Pinggan Panungkunan, adalah piring yang didalamnya ada beras, sirih,
sepotong daging (tanggo-tanggo) dan uang 4 lembar. Piring dengan isinya
ini adalah sarana dan simbol untuk memulai percakapan adat.
- PRP meminta seorang borunya mengantar Pinggan Panungkunan itu kepada PRW
- PRW, menyampaikan telah menerima Pinggan Panungkunan dengan
menjelaskan apa arti semua isi yang ada dalam beras itu. Kemudian
PRW mengambil 3 lembar uang itu, dan kemudian meminta salah seorang
borunya untuk mengantar piring itu kembali kepada PRP
- PRW membuka percakapan dengan memulainya dengan penjelasan
makna dari tiap isi pinggan panungkunan (beras, sirih, daging dan
uang), kemudian menanyakan kepada Batubara makna tanda dan makanan
adat yang sudah dibawa dan dihidangkan oleh pihak Batubara.
- Akhir dari pembukaan percakapan ini, keluarga Batubara
mengatakan bahwa makanan dan minuman pertanda pengucapan syukur
karena berada dalam keadaan sehat, dan tujuan Batubara adalah
menyerahkan kekurangan sinamot , dilanjutkan adat yang terkait
dengan pernikahan anak mereka
Penyerahan Panggohi/Kekurangan Sinamot
- Dalam percakapan selanjutnya, setelah PRW meminta PRP
menguraikan apa/berapa yang mau mereka serahkan , PRP memberi
tahukan kekurangan sinamot yang akan mereka serahkan adalah sebsar
Rp…Juta, menggenapi seluruh sinamot Rp….Juta. (Pada waktu acara
Pudun Saut, Batubara sudah menyerahkan Rp 15 juta sebagai bohi
sinamot (mendahulukan sebagian penyerahan sinamot di acara adat na gok).
- Sebelum PR TOBING mengiakan lebih dulu RP TOBING meminta nasehat dari Hula-hula dan pendapat dari boru Tobing
- Sesudah diiakan oleh PR TOBING, selanjutnya penyerahan kekurangan sinamot kepada suhut Tobing oleh Batubara.
Penyerahan Panandaion.
Tujuan acara ini memperkenalkan keluarga pihak perempuan agar
keluarga pihak pria mengenal siapa saja kerabat pihak perempuan sambil
memberikan uang kepada yang bersangkutan
Secara simbolis, yang diberikan langsung hanya kepada 4 orang saja,
yang disebut dengan patodoan atau “suhi ampang na opat” ( 4 kaki
dudukan/pemikul bakul) yang merupakan symbol pilar jadinya acara adat
itu. Dengan demikian biarpun hanya yang empat itu yang dikenal/menerima
langsung, sudah mewakili menerima semuanya. (Mungkin dapat dianalogikan
dengan pemberian tanda penghargaan massal kepada pegawai PNS yang
diwakili 4 orang, masing-masing 1 orang dari tiap golngan I sampai
golongan IV)
Kepada yang lain diberikan dalam satu envelope saja yang nanti akan dibagikan Tobing kepada yang bersangkutan.
Penyerahan Tintin Marangkup
Diberikan kepada tulang /paman penganten pria (saudara laki ibu
penganten pria). Yang menyerahkan adalah orang tua penganten perempuan
berupa uang dari bagian sinamot itu
Secara tradisi penganten pria mengambil boru tulangnya untuk isterinya, sehingga yang menerima sinamot seharusnya tulangnya
Dengan diterimanya sebagian sinamot itu oleh Tulang Pengenten Pria
yang disebut titin marangkup, maka Tulang Pria mengaku penganten wanita,
isteri ponakannya ini, sudah dianggapnya sebagai boru/putrinya sendiri
walaupun itu boru dari marga lain.
Pemberian Ulos oleh Pihak Perempuan.
Dalam Adat Batak tradisi lama atau religi lama, ulos merupakan sarana
penting bagi hula-hula, untuk menyatakan atau menyalurkan sahala atau
berkatnya kepada borunya, disamping ikan, beras dan kata-kata berkat.
Pada waktu pembuatannya ulos dianggap sudah mempunyai “kuasa”. Karena
itu, pemberian ulos, baik yang memberi maupun yang menerimanya tidak
sembarang orang , harus mempunyai alur tertentu, antara lain adalah dari
Hula-hula kepada borunya, orang tua kepada anank-anaknya. Dengan
pemahaman iman yang dianut sekarang, ulos tidak mempunyai nilai magis
lagi sehingga ia sebagai simbol dalam pelaksaan acara adat.
Ujung dari ulos selalu banyak rambunya sehingga disebut “ulos
siganjang/sigodang rambu”(Rambu, benang di ujung ulos yang dibiarkan
terurai)
Pemberian Ulos sesuai maknanya adalah sebagai berikut:
Ulos Namarhadohoan
A Kepada Paranak
1. Pasamot/Pansamot Orang tua pengenten pria
2. Hela Pengenten
B Partodoan/Suhi Ampang Naopat
1. Pamarai Kakak/Adek dari ayah pengenten pria
2. Simanggokkon Kakak/Adek dari pengenten pria
3. Namborunya Saudra perempuan dari ayah pengenten pria
4. Sihunti Ampang Kakak/Adek perempuan dari pengenten pria
Ulos Kepada Pengenten
A Dari Parboru/Partodoan
1. Pamarai 1 lembar, wajib Kakak/Adek dari ayah pengenten wanita
2. Simandokkon Kakak/Adek laki-laki dari pengenten wanita
3. Namborunya (Parorot) Iboto dari ayah pengenten wanita
4. Pariban Kakak/Adek dari pengenten wanita
B Hula-hula dan Tulang Parboru
1. Hula-hula 1 lembar, wajib
2. Tulang 1 lembar, wajib
3. Bona Tulang 1 lembar, wajib
4. Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib
C Hula-hula dan Tulang Paranak
1. Hula-hula 1 lembar, wajib
2. Tulang 1 lembar, wajib
3. Bona Tulang 1 lembar, wajib
4. Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib
MangunjungiI Ulaon (Menyimpulkan Acara Adat)
Manggabei (kata-kata doa dan restu) dari pihak SW Berupa
kata-kata pengucapan syukur kepada Tuhan bahwa acara adat sudah
terselenggara dengan baik:
a. Ucapan terima kasih kepada dongan tubu dan hula-hulanya
b. Permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang baru diberkati
demikian juga orang tua pengenten dan saudara
Batubara yang lainnya
- Mangampu (ucapan terima kasih) dari pihak SP
Ucapan terima kasih kepada semua pihak baik kepada hula-hula SW maupun
kepada SP atas terselenggaranya acara adat nagok ini.
- Mangolopkon (Mengamenkan) oleh Tua-tua/yang dituakan di Kampung itu
Kedua suhut Tobing dan Batubara, menyediakan piring yang diisi beras
dan uang ( biasanya ratusan lembar pecahan Rp1.000 yang baru)
kemudian diserahkan kepada Rja Huta yang mau mangolopkon Raja Huta
berdiri sambil mengangkat piring yang berisi beras dan uang
olop-olop itu. Dengan terlebih dahulu menyampaikan kata-kata
ucapan Puji Syukur kepada Tuhan Karen kasih-Nya cara adat rampung
dalam suasan dami (sonang so haribo-riboan) serta restu dan harapan
kemudian diahiri , dengan mengucapkan : olop olop, olop olop,
olop olop sambil menabur kan beras keatas dan kemudian membagikan
uang olop-olop itu.
- Ditutup dengan doa / ucapan syukur
Akhirnya acara adat ditutup dengan doa oleh Hamba Tuhan.Sesudah amin, sam-sam mengucapkan: horas ! horas ! horas !
- Bersalaman untuk pulang,, suhut na niambangan Batubara menyalami Suhut Tobing
CATATAN:
Sekarang ini ada yang melaksanakan acara paulak une dan maningkir
tangga langsung setelah acara adat ditempat acara adat dilakukan, yang
mereka namakan “Ulaon Sadari”